Minggu, 05 November 2017

Pagar Hidup Teh-tehan

Pada tulisan yang lain telah dituliskan bahwa "pagar" yang namanya "bethek" diduga telah punah. Meskipun "bethek" itulah yang kemudian dikenal dengan nama "pagar". "Pagar" dalam Bahasa Jawa, khususnya di Yogyakarta dikenal dengan nama "pager". Dalam adaptasinya, barangkali dulu yang nulis adalah Van O.. Maklum wong londo (Orang luar) jadi pengucapannya menjadi "pagar". Ejaannyapun juga demikian. 

Pagar atau "pager" yang disebut "bethek" itu yang berbahan bambu dan kayu. Memasuki pertengahan tahun 80-an ada pemikiran baru tentang "pagar". Tidak lagi sekedar pembatas pekarangan, tetapi dimasukkan fungsi lain. Fungsi lain tersebut adalah menghijaukan suasana, sehingga lingkungan lebih segar dan asri. Munculah "pagar" dari tanaman hidup. Tanaman yang biasa digunakan adalah tanaman teh-tehan. Pagar tersebut dikenal dengan "pagar hidup". "Pagar hidup" ini menjadi ngetrend di Tahun 90-an.


Selain beberapa fungsi yang telah disebutkan, "pagar hidup" dirasakan lebih praktis karena relatif tahan. Berbeda dengan "bethek", bahan yang digunakan harus diganti secara berkala. Biasanya bahan yang sudah tidak dapat digunakan dijadikan kayu bakar. Maklum saat itu diperkampungan, kompor minyak tanah belum dikenal. Dengan beberapa pertimbangan tersebut, lambat laun "bethek" tergantikan dengan "pagar hidup". Sampai saat ini, di daerah-daerah masih bisa dijumpai sisa-sisa peninggalan "pagar hidup" ini.

Selamat berwisata sejarah, menyaksikan "situs pagar hidup" didepan rumah anda!!! 

Dikutip dari : Buku "Ma Ga Ba Tha Nga", Katumaya, Pangeran Pancasari, 2008.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Si Cabe Hias

Kebiasaan tanam cabe disamping rumah sudah berlangsung lama. Jika diingat di masa kecil dulu sudah sering diminta petikin cabe jika mau ...